Polres Sarolangun “Dingin”kan Kasus KDRT Lewat Restorative Justice: Suami Mabuk Aniaya Istri Bayi Jadi Saksi

JAMBI.MPN-Kab.Sarolangun – Aroma miras kembali menyeret rumah tangga ke ujung prahara. Seorang suami di Desa Pemusiran, Kecamatan Mandiangin, Kabupaten Sarolangun, nekat menganiaya istrinya yang tengah menggendong bayi. Ironisnya, tangis sang buah hati menjadi saksi bisu dalam kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang nyaris berujung pidana.

Peristiwa memilukan ini terjadi pada Kamis (25/9/2025) sekitar pukul 18.00 WIB. Berawal ketika sang suami, RS bin LS, pulang dalam keadaan mabuk dan menjemput istrinya, YYS binti SS, di rumah orang tua korban. Dengan motor yang digeber ugal-ugalan, sang istri sempat menegur, namun bukannya sadar, si suami malah tersulut emosi.

Sesampainya di rumah, korban yang kesal melontarkan kalimat kasar. Bukannya meredam, sang suami justru gelap mata. Dengan tega, ia melayangkan pukulan dari belakang, padahal istrinya saat itu tengah menggendong bayi. Jeritan minta tolong menggema, hingga seorang tetangga bernama MS buru-buru melerai.

Kasat Reskrim Polres Sarolangun, AKP Yosua Adrian, STK, SIK, membenarkan kejadian ini. “Motifnya cekcok rumah tangga dalam pengaruh minuman keras,” tegasnya.

Setelah korban melaporkan ke Polres Sarolangun, penyidik bergerak cepat memintai keterangan. Namun, alih-alih dibawa ke meja hijau, kasus ini berakhir lewat mediasi Restorative Justice (RJ).

Dalam pertemuan yang difasilitasi kepolisian, sang suami menangis, meminta maaf, dan berjanji tak akan mengulanginya lagi. Sementara korban yang masih syok memilih memaafkan. Akhirnya, perkara ini pun dihentikan.

“Dengan berakhirnya mediasi ini, kami harap pasangan tersebut bisa kembali hidup harmonis tanpa kekerasan,” ungkap Kasat Reskrim.

Meski demikian, publik menilai kasus ini sebagai tamparan keras. Bagaimana tidak? Ketika alkohol masih menjadi biang kerok dan bayi menjadi saksi KDRT, masyarakat berharap restorative justice bukan sekadar jalan pintas, melainkan juga pintu kesadaran agar tragedi serupa tak kembali terulang.

(Susi Lawati)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *